Jumat, 13 November 2009
akhirnya...
cerita ini berakhir...
setelah matahari bergelandang mengembara...
singgah pada sebuah orbit hyme siang hari yang begitu kecil dan kerdil...
kemudian senja menjemputnya untuk mengembara...
akhirnya...
cerita ini berakhir...
setelah matahari bergelandang mengembara...
singgah pada sebuah orbit hyme siang hari yang begitu kecil dan kerdil...
kemudian senja menjemputnya untuk mengembara...
ada senja berlabuh ketika keheningan nampak
tepat dalam bola anganku... sejak itu wajah-wajah tak jelas aku, kau, dia dan mereka
menarik sekali... seutas tali mengikat kencang disela-sela urat nafas dan nadi
selayaknya kuda pacu berlari menuju garis kemenangan
semakin menderu berlari
karena pecut petir kasihmu menyambar ditiap pagi siang dan sore
aku jatuh tersungkur disujudmu...
Lelah...
Itu yang selalu terucap
Namun tak ada satu kerikilpun
Datang silih berganti
Ada yang menangis dan ada pula yang berlari bergerak cepat sambil terbahak-bahak
Rona diwajahnya...
Untaian kesedihan yang berbaur dengan cerita - cerita yang dibumbui
Sesuatu yang tak nampak tak jelas adanya
Tidak hari ini, esok ataupun lusa
Itu sama saja dan akan lebih berarti
Ketika setitik terang menyelubungi
Akal sehat terinjak tangisan tak tentu arah
Nestapa demi nestapa merangkai menjadi sebuah dongeng
Orang - orang berkata duri tiu merekah
Variasi melangit keangkuhan jatuh dikeindahan
Ada hari yang hilang
Ritual cinta berikrar
Ia memberinya satu nafas yang pernah sirna
Karena engkau...
Alloe
jangan risaukan semua langit dan bumi yang tercemar
kesakitan tak jelas
hingga menggumpal awan hitam dendam kelabu tua dihari - harimu
langit berharap dikemudian kelak...
sebelum senja datang...
bernyanyi menari bersama seperti waktu - waktu sebelumnya...
ketika metari bercakap dengan hari
bercerita tentang sang kancil dan ketimun
tentang perjalanan si pengembara
tentang aku, kau, dia dan mereka
sudah lebih dari enam purnama kita tak bersua
bumi tak memberiku sebuah senyuman berjumpa
yakin...
kau, saudara tanggguhmu selalu menunggu kebosanan punah
rumput - rumput kering
ranting - ranting patah
daun - daun jati yang meranggas
menemani dan berdoa untukmu
doaku tangisku adalah perjalanan bermuram durjana dalam penantian.
cerita cinta ini...
seperti dalam percakapan dalam kereta
dikursi itu sambil memegang sebuah koran
seorang ibu berbisik mencari kesejatiaannya
menawarkan sebuah kalung bertuliskan namanya
diikatkan dileherku...
episode demi episode berlalu hingga di akhir stasiun...
aneh...
tak bisa berdiri dari kursi berat..., sesak...,
ketika ibu pergi dengan barang - barangnya menghilang dari tatapanku....
kalung itu memaksa melepaskan diri dari leherku... kusimpan dlm seongok kotak biru laci - laci kenangan...
berat turun kereta...
menginjak kaki kenyataan
kulihat hanya kereta tua reyot karena senja merampas suatu kerugian....
lugu..., polos..., tak tahu apa - apa...
main... berlari-lari.... petak umpet...dan minta duit...
itu dulu ketika masih menjadi ulet...
lalu....
mengejar matahari..., mengumpulkan kesaktian agar berguna...
ditempa berbagai uji cobaan... dalam sebuah kepompong
dan sekarang aku, kau, dia dan mereka berterbangan
dengan keindahan sayap-sayapnya berwarna warni...
indah
congratulation...
melewati waktu sambil menghirup teh dalam keheningan
sejuta guratan wajah dalam gelas teh cangkirku...
beribu tetes kenangan mengepul serentak...
satu persatu... menancap
aneh..., senyuman..., gelak tawa..., tangisan..., menyatu dalam gelas teh cangkirku
yakinkan kureguk semua kenangan dalam gelas teh cangkirku
segala kehangatan...segala kesunyian...segala yang menyibak keagungan
agar pagi lebih berarti lagi....
sore itu....
duduk diantara desir angin
yang menyelusup ditiap lipatan waktu
tersipu dengan cuaca turun naik yang berkembang dilangit- langit candradimuka
dan mulai kurasakan ada sesuatu yang berterbangan hilang...
tak tentu..
melayang-layang mencari - cari... dimanakah...??
Siapa?
Apa yang berlaku???
ya pasti itu...
dia yang selalu menjadi bayanganku
yang selalu menghantuiku...
yang telah merobek... yang membuta jiwa ini dan tak mau kembali...
dia adalah kau...
kau adalah mereka
tak ada jawaban....
UUUUUUUUUUugggggggggggggghhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!
detik itu... mendesak.. memaksa
perih pedih yang terbungkam karena kebahagian
dan sekarang tertawa-tawa asyik mengejek seperti badut-badut...
aku tahu... hanya berdiam merasakan semua gundah
semua gelap... semua terang semua yang tak terdengar...
berdiamlah... diam rasakan begitu nikmat...
adalah keasingan dalam penjelmaan
seperti mereka dalam kisah adam dan hawa
begitu sederhana.....
tapi ada yang rumit...
ketika sekumpulan monyet memainkan segulung benang merajut ke langit
hingga bergelantungan di ujung keabadian
membunuh kata dan puisi.... tak bisa lagi bermakna
biarlah... mereka asyik bermain...
karena kau begitu agung untuk malu dikepasrahan...
pengasingan itu tak asing bagiku
sebuah rantai cukup besar yang terikat pada sebuah tiang...
rasanya baru kemarin aku berkunjung ke tempat ini...
ya...aku ingat...
rambut pirang setengah putih kulit tak berwarna
dengan nada marah membentak menjamak rambutku...
tubuhku yang terpeluk terlingkar rantai - rantai yang begitu manis
memeluk erat hingga badanku tak bisa berkutik... diam tak dapat bergerak...
pedih...
panas...
pecut cambuk menari ditiap kulitku...
yang terdengar teriakan "Overdomesehrg.... inlander... inlander..."
berakhir ditarik seperti bangkai celeng....
uughhhhhhhh.... bangun... nafasku terseda-seda.... bunga tidur
disebuah terminal bis....
"Minta om...!!!!??? seorang bocah kecil compang camping merajuk berkali-kali
"Maaf... tidak punya uang....!" Seorang pria tengah baya menjawab sambil asyik memainkan jarinya dengan sebuah telepon genggam....
tiba-tiba datang seorang bocah lainnya sambil berteriak... dan berkata " Yuk kita makan... lumayan..."
ada yang bertabuh....
disekitarnya orang-orang mengelilingi
bersujud..., menengadah
sambil mengacungkan jiwanya...
agar bebas dari keserakahan
ada yang bermain generang
disekitarnya orang-orang menari
bersenandung puji-pujian...
sambil menurihkan jeritannya
agar semua terwujud membentuk
dan ada yang menabuh generang
semua terdiam.....khusyu dalam keheningannya yang abadi
William Shakespeare (lahir di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 26 April 1564 – wafat di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 23 April 1616 pada umur 51 tahun) adalah seorang penulis Inggris yang seringkali disebut orang sebagai salah satu sastrawan terbesar Inggris. Ia menulis sekitar 38 sandiwara tragedi, komedi, sejarah, dan 154 sonata, 2 puisi naratif, dan puisi-puisi yang lain. Ia menulis antara tahun 1585 dan 1613 dan karyanya telah diterjemahkan di hampir semua bahasa hidup di dunia dan dipentaskan di panggung lebih daripada semua penulis sandiwara yang lain.
Remy Sylado lahir di Makasar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945 adalah salah satu sastrawan indonesia. Nama sebenarnya adalah Yapi Panda Abdiel Tambayong. Ia menghabiskan masa kecil dan remaja di Semarang dan Solo. Ia memiliki sejumlah nama samaran seperti Dova Zila, Alif Danya Munsyi, Juliana C. Panda, Jubal Anak Perang Imanuel, dsb di balik kegiatannya di bidang musik, seni rupa, teater, film, dsb dan menguasai sejumlah Bahasa.
Ia memulai karier sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah "Aktuil" Bandung (sejak 1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (sejak 1971), ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel (sejak usia 18), drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Remy terkenal karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-pertunjukan drama yang dipimpinnya. Ia juga salah satu pelopor penulisan puisi mbeling.
Selain menulis banyak novel, ia juga dikenal piawai melukis, drama, dan tahu banyak akan film. Saat ini ia bermukim di Bandung. Remy pernah dianugerahi hadiah "Sastrawan Khatulistiwa 2002" untuk novelnya "Kerudung Merah Kirmizi.
Remy juga dikenal sebagai seorang Munsyi, ahli di bidang bahasa. Dalam karya fiksinya, sastrawan ini suka mengenalkan kata-kata Indonesia lama yang sudah jarang dipakai. Hal ini membuat karya sastranya unik dan istimewa, selain kualitas tulisannya yang tidak diragukan lagi. Penulisan novelnya didukung dengan riset yang tidak tanggung-tanggung. Seniman ini rajin ke perpustakaan nasional untuk membongkar arsip tua, dan menelusuri pasar buku tua. Pengarang yang masih menulis karyanya dengan mesin ketik ini juga banyak melahirkan karya berlatar budaya di luar budayanya. Di luar kegiatan penulisan kreatif, ia juga kerap diundang berceramah teologi.
Remy Sylado pernah dan masih mengajar di beberapa perguruan di Bandung dan Jakarta, seperti Akademi Sinematografi, Institut Teater dan Film, Sekolah Tinggi Teologi.
ada yang melongo....
seekor kucing mengendap-ngendap....,mengintip....,
menguping percakapan tiga kawanan tikus... yang sombong
dalam percakapannya...
tikus 1 : apapun racun tikus... akan aku telan... ga mempan...!!!
tikus (2 & 3) : oh... hebat... hebat !!!
tikus 2 : ... beri saya perangkap tikus paling canggih... akan saya angkat - angkat itu jebakan tikus....
tikus 3 : oh... kala aku tidak bisa apa-apa.... oh sorry... aku mau pergi dulu...
tikus (1 & 2) : mau kemana?
tikus 3 : aku mau kencan dulu sama kucing diujung lorong sana....
Tikus (1 & 2) : uhh... oh....
kucing yang mendengar percakapan itu... menggelegar lari dan menderaikan air mata....
semua daerah...dikuasai oleh tikus-tikus berdasi... di terminal..., di proyek-proyek..., rumah sakit..., bahkan di gorong - gorong pemerintahan
rerumputan berdendang menyanyikan kecerian
bermandikan embun dan semilir angin pagi
bunga-bunga mekar dihalaman rindu duri tak bertangkai...
senyum itu...
oh...
seharum bunga kasturi...
langit tersenyum melengkung tipis di birunya...
bercumbu dengan kesejatiannya...
oh...
ingin keabadian ini tak berujung selayak nya samudra luas menghampar... karena kalian begitu putih di hitam aku...
negosiasi ini tak berarti....
kau tawarkan madu pahit yg kekal...
dengan bumbu-bumbu kenaifan mengumpul menyatu dalam otak gila
lucu...lucu... tingkah gemulai merajuk
ah..........
kerdil..........
itulah yang terjadi........
aku, kau, dia atau mereka...
sungguh menyedihkan... karena sesuatu bayangan yang tak berbentuk
dan sebuah gelimang....
malu...
silahkan apa kehendakmu... nya... ku...
semua punya lahan dan jalan sendiri
tak perlu menyengol....
tak perlu berteriak...
tak perlu menangis...
tak perlu
setitik cahaya jatuh tepat di gelap bola mata nirwana
ketika kau pergi...... berabad-abad yang silam
meninggalkan semua jejak tak bersyarat
oh... sungguh tak terkira
begitu terang tak terbatas
hingga mata ini mengadu sampai gaduh
oh...cahaya...
singgahlah....
mari kita bercakap...
biarlah... ku lepas semua itu....
tentang mereka yang hilang
tentang dia yang jalang
biarlah... biarlah hanya ada aku dan kau
terima kasih
penyair... berpuisi
sambil menikamkan pisau-pisau
menggoncangkan semua deru
semua gemuruh semua yang terdiam
dan semua yang mati karena pisaunya
penyair ada yang menjerit
ada yang tertawa
ada yang menangis
dan ada yang tak berkutik
pasrah tak dapat berkata-kata lagi
penyair semua memberi arti
membawa intan
memikul sampah
menggenggam pecahan-pecahan baraapi
memakan sisa-sisa belatung para tikus-tikus tak bermoral
ya... aku tahu
tapi kenapa kau begitu kerdil...
mengukir langit untuk bertemu sang pujaan...
apakah itu tidak terlalu menyakitkan..
tak kau coba lihat di riak air sungai
atau di batu nisan...
Willibrordus Surendra Broto Rendra
ada gemuruh... diujung langit tak bertuan
ada resah... ditepi sunyi malam
ada jeritan... diterik matari siang
ada harapan... ditiap nafas do'a
ada aku, kau dan dia diayun senyumannya...
ya... ini memang hariku
tak satu pun yang datang dari langit....
semua nampak seperti biasanya seperti hari-hari kemarin...
ahg.... semua ini hanya obsesi.... takhayul..... atau imaginasiku
ada perempuan yang menyapaku...
kau istimewa di hari ini....
tp tak kusua seorang pun...
perempuan itu melenggang... meninggalkanku...
dengan senyum tipis... pergi dari tatapanku
indah...., ketika sesuatu yang bermanfaat baik ilmu, pemikiran, perbuatan atau harta sekalipun yang kita berikan kepada seseorang teman, kerabat, orang tua dan sekitar kita itu dapat terasakan membawa perubahan baik secara khusus maupun seacara umum. mudah-mudahaan apa yang akan kami lakukan atau kerjakan atau berikan membawa nilai perubahan. eh... tapi itu yang dibuat agar berlaku pada kita... tp kalau menola semua pemikiran atau kasih sayang kita... enggak apa-apa... semua akan baik-baik aja....
Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, yang bekerja sebagai pamongpraja. Dari pihak ibunya, Saleha dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Chairil masuk sekolah Holland Indische school (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastera. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
ya... mungkin kau atau dia yang sedang meradang sekarang
suatu saat nanti mungkin aku atau mereka
tak perlu menangis
tak perlu bersedih
semua itu hanya dagelan agar kita naik kelas
dan masuk memerankan manusia yang lebih sempurna
dalam suatu panggung yang baru yang sama
kita bersua dan bertatap muka
bercerita tentang metari
tentang bulan yang terhalang awan mendung
tentang pipit bernyanyi dipagi hari
tentang kuda hitam meringkik di tengah malam
atau tentang aku dan mereka.
bebahagilah...
esok lusa nanti...
kita akan berkumpul dalam satu cerita komedi abadi panggung nirwana.
brak... kau hancurkan dinding kerajaan ini
yang dibangun berjuta-juta tahun lalu
danau yang memanjakan kita
langit yang melindungi kita
angin yang selalu setia menemani kita...
tapi senyum mu membawa kepedihan
kehancuran
ya... aku kesakitan...
kau melenggang dengan gemulai
meninggalkanku disudut kenangan
seorang malaekat maut berdiri di bibir pantai sambil memegang setangkai bunga mawar merah. wajah yang beringas dan tubuh tegap serta kekar mencoba merenungi keberadaanya didunia ini dan dilehernya terdapat bekas luka akibat tali yang menjeratnya untuk mencoba bunuh diri karena telah bosan dengan pekerjaan yang tak pernah berakhir tapi semua itu hanya sia-sia saja. waktu itu ada orang yang berusaha menolongnya dan membawanya Unit Gawat Darurat (UGD) ke salah satu rumah sakit terdekat. sambil diam-diam dia memperhatikan sekelilingnya, dilihatnya ada pasien disampingnya
yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya tapi sang Dokter menyatakan bahwa pasien tersebut telah meninggal dengan diagnosa detak jantung yang berhenti tetapi hembusan nafas yang masih berjalan. dia berkata pada diri sendiri "Apa Jadinya dunia ini tanpa ada aku!!?"
Malu.... hangat panas membelai semua disekitar mu dan aku,
melantunkan semua elegi kenikmatan dimusim gugur
tentang pertemuan- keturunan adam dan hawa
tentang rama dan shinta
hingga romeo dan juliet...
ya.., yang dan semua begitu merepotkan.
terimakasih atas semua kemaluan ini yang kau berikan yang kau ajarkan,
terimakasih ku ucapkan sekali lagi atas kebodohan yang kau perbuat di masa lalu.
selamat, mungkin kau sekarang sedang asyik dengan kereta kencana di firdaus mu sambil menikmati sajian kholdi hidangan mu. kini aku meregang kesakitan sampai senja dan terbenam umur ku.