WS. Rendra

Minggu, 19 April 2009

Willibrordus Surendra Broto Rendra

Islam
Solo, Jawa Tengah, 07 November 1935

Biografi :
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau populer dengan nama W.S. Rendra lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935. Ia dikenal sebagai sastrawan ternama yang mendapat julukan 'si Burung Merak'.

Kiprahnya diawali dengan mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Selain juga membintangi sejumlah pertunjukan teather, yang di antaranya Orang-orang di Tikungan Jalan, SEKDA, Mastodon dan Burung Kondor, Hamlet, Macbeth, Oedipus Sang Raja, Kasidah Barzanji dan Perang Troya Tidak Akan Meletus.

Rendra yang semenjak kuliah telah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah itu telah menulis ratusan cerpen, sajak dan lagu. Bahkan bersama Yati Octavia, Rendra pernah membintangi film remaja 'YANG MUDA YANG BERCINTA', meki film tersebut pernah dilarang beredar karena alasan politis.

ada.... di.... senyumannya

Rabu, 15 April 2009

ada gemuruh... diujung langit tak bertuan
ada resah... ditepi sunyi malam
ada jeritan... diterik matari siang
ada harapan... ditiap nafas do'a
ada aku, kau dan dia diayun senyumannya...

Itu Dia.........

Selasa, 14 April 2009

ya... ini memang hariku
tak satu pun yang datang dari langit....
semua nampak seperti biasanya seperti hari-hari kemarin...
ahg.... semua ini hanya obsesi.... takhayul..... atau imaginasiku
ada perempuan yang menyapaku...
kau istimewa di hari ini....
tp tak kusua seorang pun...
perempuan itu melenggang... meninggalkanku...
dengan senyum tipis... pergi dari tatapanku

......, up ...maaf... thank K'Dave

Senin, 13 April 2009

indah...., ketika sesuatu yang bermanfaat baik ilmu, pemikiran, perbuatan atau harta sekalipun yang kita berikan kepada seseorang teman, kerabat, orang tua dan sekitar kita itu dapat terasakan membawa perubahan baik secara khusus maupun seacara umum. mudah-mudahaan apa yang akan kami lakukan atau kerjakan atau berikan membawa nilai perubahan. eh... tapi itu yang dibuat agar berlaku pada kita... tp kalau menola semua pemikiran atau kasih sayang kita... enggak apa-apa... semua akan baik-baik aja....

Optimis

Kamis, 09 April 2009

Metari... besok mulai menjejal langkah ini... tapi aku yakin... kaki ini akan membawaku pada suatu titik...pada suatu masa yang disana hanya ada aku dan kau..... berkumpul dalam satu elegi kesempurnaan

Chairil Anwar

Jumat, 03 April 2009

Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – wafat di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku [1]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.

Masa kecil

Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, yang bekerja sebagai pamongpraja. Dari pihak ibunya, Saleha dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil masuk sekolah Holland Indische school (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.

Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastera. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.

Masa Dewasa

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.

Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Akhir Hidup

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.